Dulu saya berpikir kalau yang
namanya mencari kerja itu adalah hal yang gampang. Ada banyak sekali perusahaan
di Indonesia, tidak mungkin satupun tidak sudi menerima lulusan ‘seperti’ saya:
baik, jujur, serius, tidak neko-neko, tidak baper,
tidak alay, dan lain sebagainya. Di
otak saya waktu itu, mencari pekerjaan is
not a big deal.
Dan ternyata sekarang? Tadaaa,
ekspektasi berbeda 180 derajat dengan realita. Mencari pekerjaan itu tidak
gampang. Memang ada banyak perusahaan, tetapi beberapa dari mereka bergerak di
bidang yang bertentangan dengan hati nurani saya, sebagian lagi abal-abal
dengan manajemen yang terkenal tidak well-organized.
Jujur saja, saya begitu berat untuk meng-apply
ke perusahaan jenis-jenis tersebut.
Nah, kini tersisa
perusahaan-perusahaan yang masuk list pribadi
saya. Masalah lain masih saja muncul. Okelah kalau saya punya IPK cum laude plus aktif di organisasi
selama kuliah plus ‘jujur, baik, serius, tidak neko-neko, dan lain sebagainya’
itu. Tapi ternyata itu pun belum cukup. Saya harus ‘bertarung’ dengan
orang-orang yang punya spesifikasi yang hampir sama seperti saya (baca:
rata-rata air) dan hal itu lumayan berat serta melelahkan, apalagi konteksnya
mencari pekerjaan di perusahaan yang katanya
memiliki level gengsi menengah ke atas. Requirements
calon pegawai untuk perusahaan jenis ini biasanya cukup rumit dan saringan
masuk yang diberlakukan bersifat nasional.
Dan seolah masalah masih enggan
berakhir, ‘drama’ ini menyisakan pemain lain yang diperhitungkan sebagai threat for the ordinary (setidaknya
untuk saya), yakni beberapa ‘spesies’ manusia yang berhasil membuat ketar-ketir:
pencari kerja yang sudah punya pengalaman kerja, fresh graduate yang punya latar belakang dedikasi yang diakui
(sesuai standar umum pemberi kerja), alumnus kampus ternama di Indonesia, dan
alumnus jebolan kampus luar negeri. Kalau sudah berhadapan dengan keempat model
orang ini, rasa-rasanya mustahil untuk bisa diterima.
Saya bilang begitu bukan
karena pesimis atau tidak percaya diri karena kampus saya kurang mentereng
dibandingkan kampus peringkat atas lainnya, at
least di Indonesia. Bukan itu masalahnya. Yang menjadi masalah adalah kualitas
soft skills saya yang masih berada di
bawah mereka-mereka itu. Orang dengan spesifikasi di atas cenderung lebih
matang, disebabkan oleh pengalaman hidup dan pengalaman mengisi diri yang cukup
selama kuliah, sehingga menghasilkan output berupa manusia dengan kualitas yang
mumpuni.
Jujur saja, rata-rata anak
kampus seperti di kampus saya—teman-teman saya, termasuk saya, misalnya—kebanyakan
kurang termotivasi kalau konteksnya berbau-bau pendidikan, entah karena dosen
yang kurang meng-encourage
mahasiswanya secara nyata dalam berbagai kesempatan lomba dan pelatihan, atau
kampus yang kurang memfasilitasi, atau karena mahasiswa yang kurang aware dalam soal-soal membangun diri.
Dari pengalaman saya yang
punya teman di PTN kenamaan, let’s say, UI,
mereka itu orangnya highly-motivated.
Dulunya saya berpikir hal itu adalah efek karena kampus mereka ada di sekitaran
ibukota dan akses informasi lebih cepat, ditambah lagi kampus kenamaan, pasti
punya banyak link untuk ikut event ini-itu, sampai kesempatan untuk
ikut pertukaran mahasiswa. Tetapi sekarang saya sadar betapa bodohnya saya
waktu itu. Zaman sudah berubah. Dunia hanya sejauh genggaman. Hampir setiap
mahasiswa Indonesia saat ini punya gadget
minimal smartphone untuk mengakses
informasi tentang lomba, pertukaran mahasiswa, bahkan mungkin sekedar informasi
seminar nasional. Kita semua bisa tahu dan sangat boleh ikut berpartisipasi.
Lalu masalahnya apa? Ya, seperti yang saya katakan sebelumnya, dalam praktiknya,
mungkin kampus kebanyakan absen dalam pembangunan mahasiswa dan mahasiswa juga
terlalu pasif—harus didorong dulu baru bergerak. Dan saya rasa, iklim kampus yang suportif (misalnya mahasiswa lain, dosen-dosen, pegawai, sarana dan prasarana, dan organisasi yang dinamis) juga ikut mendorong mahasiswa untuk berkembang. Jadi ini tidak sepenuhnya
kesalahan mahasiswa ataupun kesalahan kampus. Kita sama-sama salah karena tidak
bisa saling bersinergi.
Oke, kembali lagi ke topik
mencari kerja. Belakangan ini, ketika saya ingin meng-apply ke satu perusahaan, saya sering menggumamkan penyesalan sambil
mengetik surat lamaran. Ya, saya menyesal karena tidak menggunakan waktu kuliah
dengan bijaksana. Menyesal karena terlalu banyak bermain, terlalu banyak
menenggak kapucino di kantin dan bergosip ria—padahal saya tahu hal tersebut
bisa merusak kepribadian saya sendiri dan membunuh karakter orang lain.
Menyesal, menyesal, dan menyesal tidak ada gunanya.
Untuk menebus penyesalan
tersebut, dalam banyak kesempatan saya berusaha mengingatkan junior-junior saya
yang masih aktif untuk menggunakan masa kuliah sebagai waktu untuk mengisi
diri, baik secara intelektual, emosional, maupun spiritual. Masa kuliah adalah masa yang
tepat untuk semakin menggali potensi diri, merenungkan apa arti hidup, dan apa
persiapan yang perlu kita lakukan sebelum nantinya kita terjun langsung ke
dunia nyata, maksudnya berkontribusi langsung ke masyarakat. Contohnya, minimal
kita menguasai satu bahasa asing yang berlaku secara internasional, karena hal
itu akan memberikan kita akses lebih besar ke ranah yang lebih besar. Apalagi
tahun depan kita harus siap untuk menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Oh ya, satu lagi, mungkin ada
benarnya juga kalau kita tidak melulu terpaku untuk mencari kerja, tetapi
membuka lapangan pekerjaan, mengingat betapa sulitnya untuk mendapatkan
pekerjaan itu. Saya sudah mencoba, tapi ternyata tidak mudah juga—khususnya
untuk orang seperti saya yang pemalu (hahaha) dan kurang bermulut manis untuk
memasarkan produk kepada orang lain (lagi-lagi persoalan soft skill). Saya memang masih perlu banyak belajar dan mengisi
diri di masa muda yang tersisa ini.
Akhir kata, untuk yang sedang
mencari pekerjaan, tetap semangat. Saya tahu semangat itu adalah hal yang cukup
sulit untuk dipertahankan di masa yang genting ini. Percayalah, saya
benar-benar tahu bagaimana rasanya karena saya sudah menganggur selama setahun
lebih (such a long time, huh?). All I
can say is tetap berdoa dan berharap sembari membangun diri. Saya percaya
bahwa orang yang berjuang dan mengandalkan Tuhan akan mendapatkan kepercayaan
berupa tanggung jawab. Tuhan tidak akan membiarkan kita hidup untuk menjadi kesia-siaan…
Sekian.
EL.
NB: ini hanya opini pribadi. Jika ada kesalahan kata atau data, mohon koreksinya.
NB: ini hanya opini pribadi. Jika ada kesalahan kata atau data, mohon koreksinya.
Aku selalu menghibur diri, kalau lulus pasti kerjaan yang menghampiriku. Hahahha. Aku membaca ini sedikit ketar ketir kalau lulus nanti, apalagi aku termasuk mahasiswa yang kehidupannya kurang seimbang. Nilai tidak seimbang, sosial tidak seimbang, dll...kadang berlebihan, kadang kurang sekali, ga pernah seimbang...
BalasHapusTapi sekali lagi hiburan " setelah lulus, pekerjaan akan menghampiriku" selalu aku kumandangkan di hati. Tp beruntunglah aku, masih diberi kesempatan 1 tahun lagi kuliah...untuk menempah diri. Dan bertemu kalian, adalah suatu hal yang " membanggakan". Paling tidak aku bisa kelihatan baik dilihat orang ketika bersama dengan kalian. Hahahahha. Kak El...aku masih senang menggunakan kalimat " semua indah pada waktunya ". Abangku juga sempat menganggur setahun, tp rejeki dan uang utk makan selalu ada. Mungkin waktu lebih dari setahun yg diberikan padamu, memberimu makna, orang lain membutuhkan mu, ya seperti aku ini. Hahahha. Aku membutuhkan mu, paling tidak untuk menegurku kalau aku lepas kendali. Hhehhe. Dalam waktu setahun lebih ini, ada berapa banyak orang baru yang kamu kenal, aku salah satunya, dan banyak lainnya, diberi kesempatan untuk mengenalmu dan menjadi pendoa untuk mu, agar kamu dapat yg terbaik. Teruslah menjadi pribadi yang kamu bilang di atas, jujur, ga neko-neko..dsb..tetaplah berharap pada Tuhan.
Komen yang manis... Ga nyangka datangnya dari seorang Farida yang ternyata hatinya kayak Hello Kitty haha
BalasHapusTernyata kk El skrg jd anak blogger ya.. sepertinya ini efek terlalu lama menganggur.. hahhahaa.. ttp smngat ya kk El.. #YNWA
BalasHapusDah gila ini yang komen haha
HapusHuhhuhuhu menyejukkan hati bacanya kak :')
BalasHapusEheheh syukurlaaah ada yg merasa sejuk hehe
HapusBagaimana dengan pilihan untuk menciptakan lapangan kerja kak? Hihihiihihi
BalasHapusPernah coba tapi karna terlalu pemalu masarin barang jadinya ga jalan, padahal di luar malu-maluin haha. Mungkin karena kurang memaksa diri juga.
Hapus