Kamis, 10 Desember 2015

MENCARI PEKERJAAN


     Dulu saya berpikir kalau yang namanya mencari kerja itu adalah hal yang gampang. Ada banyak sekali perusahaan di Indonesia, tidak mungkin satupun tidak sudi menerima lulusan ‘seperti’ saya: baik, jujur, serius, tidak neko-neko, tidak baper, tidak alay, dan lain sebagainya. Di otak saya waktu itu, mencari pekerjaan is not a big deal.
     Dan ternyata sekarang? Tadaaa, ekspektasi berbeda 180 derajat dengan realita. Mencari pekerjaan itu tidak gampang. Memang ada banyak perusahaan, tetapi beberapa dari mereka bergerak di bidang yang bertentangan dengan hati nurani saya, sebagian lagi abal-abal dengan manajemen yang terkenal tidak well-organized. Jujur saja, saya begitu berat untuk meng-apply ke perusahaan jenis-jenis tersebut.
     Nah, kini tersisa perusahaan-perusahaan yang masuk list pribadi saya. Masalah lain masih saja muncul. Okelah kalau saya punya IPK cum laude plus aktif di organisasi selama kuliah plus ‘jujur, baik, serius, tidak neko-neko, dan lain sebagainya’ itu. Tapi ternyata itu pun belum cukup. Saya harus ‘bertarung’ dengan orang-orang yang punya spesifikasi yang hampir sama seperti saya (baca: rata-rata air) dan hal itu lumayan berat serta melelahkan, apalagi konteksnya mencari pekerjaan di perusahaan yang katanya memiliki level gengsi menengah ke atas. Requirements calon pegawai untuk perusahaan jenis ini biasanya cukup rumit dan saringan masuk yang diberlakukan bersifat nasional.
     Dan seolah masalah masih enggan berakhir, ‘drama’ ini menyisakan pemain lain yang diperhitungkan sebagai threat for the ordinary (setidaknya untuk saya), yakni beberapa ‘spesies’ manusia yang berhasil membuat ketar-ketir: pencari kerja yang sudah punya pengalaman kerja, fresh graduate yang punya latar belakang dedikasi yang diakui (sesuai standar umum pemberi kerja), alumnus kampus ternama di Indonesia, dan alumnus jebolan kampus luar negeri. Kalau sudah berhadapan dengan keempat model orang ini, rasa-rasanya mustahil untuk bisa diterima.
     Saya bilang begitu bukan karena pesimis atau tidak percaya diri karena kampus saya kurang mentereng dibandingkan kampus peringkat atas lainnya, at least di Indonesia. Bukan itu masalahnya. Yang menjadi masalah adalah kualitas soft skills saya yang masih berada di bawah mereka-mereka itu. Orang dengan spesifikasi di atas cenderung lebih matang, disebabkan oleh pengalaman hidup dan pengalaman mengisi diri yang cukup selama kuliah, sehingga menghasilkan output berupa manusia dengan kualitas yang mumpuni.
     Jujur saja, rata-rata anak kampus seperti di kampus saya—teman-teman saya, termasuk saya, misalnya—kebanyakan kurang termotivasi kalau konteksnya berbau-bau pendidikan, entah karena dosen yang kurang meng-encourage mahasiswanya secara nyata dalam berbagai kesempatan lomba dan pelatihan, atau kampus yang kurang memfasilitasi, atau karena mahasiswa yang kurang aware dalam soal-soal membangun diri.
     Dari pengalaman saya yang punya teman di PTN kenamaan, let’s say, UI, mereka itu orangnya highly-motivated. Dulunya saya berpikir hal itu adalah efek karena kampus mereka ada di sekitaran ibukota dan akses informasi lebih cepat, ditambah lagi kampus kenamaan, pasti punya banyak link untuk ikut event ini-itu, sampai kesempatan untuk ikut pertukaran mahasiswa. Tetapi sekarang saya sadar betapa bodohnya saya waktu itu. Zaman sudah berubah. Dunia hanya sejauh genggaman. Hampir setiap mahasiswa Indonesia saat ini punya gadget minimal smartphone untuk mengakses informasi tentang lomba, pertukaran mahasiswa, bahkan mungkin sekedar informasi seminar nasional. Kita semua bisa tahu dan sangat boleh ikut berpartisipasi. Lalu masalahnya apa? Ya, seperti yang saya katakan sebelumnya, dalam praktiknya, mungkin kampus kebanyakan absen dalam pembangunan mahasiswa dan mahasiswa juga terlalu pasif—harus didorong dulu baru bergerak. Dan saya rasa, iklim kampus yang suportif (misalnya mahasiswa lain, dosen-dosen, pegawai, sarana dan prasarana, dan organisasi yang dinamis) juga ikut mendorong mahasiswa untuk berkembang. Jadi ini tidak sepenuhnya kesalahan mahasiswa ataupun kesalahan kampus. Kita sama-sama salah karena tidak bisa saling bersinergi.
     Oke, kembali lagi ke topik mencari kerja. Belakangan ini, ketika saya ingin meng-apply ke satu perusahaan, saya sering menggumamkan penyesalan sambil mengetik surat lamaran. Ya, saya menyesal karena tidak menggunakan waktu kuliah dengan bijaksana. Menyesal karena terlalu banyak bermain, terlalu banyak menenggak kapucino di kantin dan bergosip ria—padahal saya tahu hal tersebut bisa merusak kepribadian saya sendiri dan membunuh karakter orang lain. Menyesal, menyesal, dan menyesal tidak ada gunanya.
     Untuk menebus penyesalan tersebut, dalam banyak kesempatan saya berusaha mengingatkan junior-junior saya yang masih aktif untuk menggunakan masa kuliah sebagai waktu untuk mengisi diri, baik secara intelektual, emosional, maupun spiritual. Masa kuliah adalah masa yang tepat untuk semakin menggali potensi diri, merenungkan apa arti hidup, dan apa persiapan yang perlu kita lakukan sebelum nantinya kita terjun langsung ke dunia nyata, maksudnya berkontribusi langsung ke masyarakat. Contohnya, minimal kita menguasai satu bahasa asing yang berlaku secara internasional, karena hal itu akan memberikan kita akses lebih besar ke ranah yang lebih besar. Apalagi tahun depan kita harus siap untuk menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
     Oh ya, satu lagi, mungkin ada benarnya juga kalau kita tidak melulu terpaku untuk mencari kerja, tetapi membuka lapangan pekerjaan, mengingat betapa sulitnya untuk mendapatkan pekerjaan itu. Saya sudah mencoba, tapi ternyata tidak mudah juga—khususnya untuk orang seperti saya yang pemalu (hahaha) dan kurang bermulut manis untuk memasarkan produk kepada orang lain (lagi-lagi persoalan soft skill). Saya memang masih perlu banyak belajar dan mengisi diri di masa muda yang tersisa ini.
     Akhir kata, untuk yang sedang mencari pekerjaan, tetap semangat. Saya tahu semangat itu adalah hal yang cukup sulit untuk dipertahankan di masa yang genting ini. Percayalah, saya benar-benar tahu bagaimana rasanya karena saya sudah menganggur selama setahun lebih (such a long time, huh?).  All I can say is tetap berdoa dan berharap sembari membangun diri. Saya percaya bahwa orang yang berjuang dan mengandalkan Tuhan akan mendapatkan kepercayaan berupa tanggung jawab. Tuhan tidak akan membiarkan kita hidup untuk menjadi kesia-siaan… Sekian.

EL.

NB: ini hanya opini pribadi. Jika ada kesalahan kata atau data, mohon koreksinya.

8 komentar:

  1. Aku selalu menghibur diri, kalau lulus pasti kerjaan yang menghampiriku. Hahahha. Aku membaca ini sedikit ketar ketir kalau lulus nanti, apalagi aku termasuk mahasiswa yang kehidupannya kurang seimbang. Nilai tidak seimbang, sosial tidak seimbang, dll...kadang berlebihan, kadang kurang sekali, ga pernah seimbang...
    Tapi sekali lagi hiburan " setelah lulus, pekerjaan akan menghampiriku" selalu aku kumandangkan di hati. Tp beruntunglah aku, masih diberi kesempatan 1 tahun lagi kuliah...untuk menempah diri. Dan bertemu kalian, adalah suatu hal yang " membanggakan". Paling tidak aku bisa kelihatan baik dilihat orang ketika bersama dengan kalian. Hahahahha. Kak El...aku masih senang menggunakan kalimat " semua indah pada waktunya ". Abangku juga sempat menganggur setahun, tp rejeki dan uang utk makan selalu ada. Mungkin waktu lebih dari setahun yg diberikan padamu, memberimu makna, orang lain membutuhkan mu, ya seperti aku ini. Hahahha. Aku membutuhkan mu, paling tidak untuk menegurku kalau aku lepas kendali. Hhehhe. Dalam waktu setahun lebih ini, ada berapa banyak orang baru yang kamu kenal, aku salah satunya, dan banyak lainnya, diberi kesempatan untuk mengenalmu dan menjadi pendoa untuk mu, agar kamu dapat yg terbaik. Teruslah menjadi pribadi yang kamu bilang di atas, jujur, ga neko-neko..dsb..tetaplah berharap pada Tuhan.

    BalasHapus
  2. Komen yang manis... Ga nyangka datangnya dari seorang Farida yang ternyata hatinya kayak Hello Kitty haha

    BalasHapus
  3. Ternyata kk El skrg jd anak blogger ya.. sepertinya ini efek terlalu lama menganggur.. hahhahaa.. ttp smngat ya kk El.. #YNWA

    BalasHapus
  4. Huhhuhuhu menyejukkan hati bacanya kak :')

    BalasHapus
  5. Bagaimana dengan pilihan untuk menciptakan lapangan kerja kak? Hihihiihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pernah coba tapi karna terlalu pemalu masarin barang jadinya ga jalan, padahal di luar malu-maluin haha. Mungkin karena kurang memaksa diri juga.

      Hapus